JEMBATAN KERETA API CIJAMBE PURWAKARTA

 

Jembatan kerta api Cijambe merupakan jembatan kereta api yang berada di petak stasiun Purwakarta - stasiun Ciganea di daerah Cisalada. Jembatan ini memiliki panjang kira-kira 178 meter dengan 6 buah tiang beton sebagai penyangganya. Untuk bentang jembatannya sendiri, jembatan ini terdiri dari bentang palat baja dan bentang rasuk. Terdapat 7 buah gardu sleko pada jembatan dengan susunan 4 gardu di sebelah kiri dan 3 gardu di sebelah kanan dari arah Purwakarta. Gardu seleko sendiri di buat sebagai pengaman orang ketika di jembatan, dan pada saat yang bersamaansama kereta api melintas. Jembatan Cijambe sudah di operasikan sejak jaman kolonial Belanda oleh perusahaan kereta api negara Staatsspoorwegen ( SS ) sekitar tahun 1906. 114 tahun sudah jembatan ini berdiri dan masih kokoh hingga sekarang ini. Pemandangan dari atas jembatan ini sangat luar biasa. Para penumpang akan di suguhkan dengan area persawahan dan barisan pegunungan di sebelah timur jembatan. Namun sayangnya jembatan ini berada di daerah yang rawan longsor, tetapi jangan takut karena semuanya sudah di tangani dengan baik dari jaman kolonial hingga sekarang. Bahkan sekarang di area jembatan ini sudah berdiri pos daerah rawan ( PDR ) agar perjalanan kereta api bisa lebih aman.




Masalalu Terowongan Lampegan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Halo sobat blusuker, bagaimana kabar kalian kali ini? Mudah-mudah selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, dan selalu di berikan kesehatan Amin. Nah kali ini saya menyambangi salah satu terowongan kereta api di Jawa Barat. Terowongan ini berlokasi di desa Cimenteng, Kecamatan
Campaka, kabupaten Cianjur dan menembus bukit Keneng. Terowongan ini di bangun oleh perusahaan kereta api Hindia-Belanda Staatsspoorwegen dari tahun 1879 - 1882 dengan panjang terowongan 686 meter. Setelah pemerintah Hindia-Belanda mengalihkan sistem tanam paksa ke undang-undang Agraria, banyak tuan tanah yang tertarik membuka lahan pertanian di wilayah Parahyangan. Banyaknya perkebunan-perkebunan baru di daerah Sukabumi, Cianjur  tidak sepadan dengan alat trasportasi untuk mengirim hasil panen ke kota besar. Dengan melihat peluang seperti itu akhirnya SS pun membangun jaringan rel dari Bogor menuju Sukabumi. Pembangunan jalur Bogor hingga Sukabumi di awali sekitar tahun 1881 dan sampai ke Sukabumi sekitar tahun 1883. Tak hanya sampai di Sukabumi saja, untuk mengangkut hasil perkebunan-perkebunan di wilayah Priangan jalur keretapun direncanakan sampai Bandung. Nah, untuk melanjutkan pembangunan hingga Bandung ada satu kendala mengenai topografi wilayah yang berbukit-bukit. Di daerah Cimenteng ini misalnya, ada sebuah bukit yang lumayan tinggi membentang dari Barat Laut hingga Tenggara yang tidak mungkin untuk di keruk ( Ingraping ). Padahal perusahaan kereta api baik itu negara ataupun swasta belum ada yang pernah membuat terowongan. Akhirnya mau tidak mau agar jalur kereta bisa sampai ke Bandung, perusahaan harus bisa menembus bukit Keneng ini. Dengan tidak adanya pengalaman dalam membuat terowongan kereta api di Hindia-Belanda, perusahaan pun mengalami kesulitan dalam hal pembangunan. Bukit Keneng yang memiliki kontur sebagian keras dan sebagian lembek membuat pembangunan terowongan menemukan kesulitan tersendiri. Setelah 3 tahun pembangunan, pada 1882 terowongan pun selesai di bangun. Sejarah baru perkeretaapian Indonesia pun terukir. Terowongan kereta api pertama di pulau Jawa bahkan di Indonesia selesai di bangun. Untuk merayakan sekaligus meresmikan terowongan, pihak perusahaan mengadakan sebuah pesta meriah. Sebagai hiburannya sendiri, pihak perusahaan mengadakan pertunjukan tarian Ronggeng. Perusahaan telah memanggil penari Ronggeng yang tersohor di wilayah Sukabumi Cianjur pada masa itu. Penari Ronggeng tersebut bernama Nyi Sadea, yang konon berasal dari daerah Cireunghas. Parasnya yang sangat cantik dan lincah dalam menari membuatnya sangat terkenal dikala itu. Acara hiburan pun berlangsung sangat meriah, hingga sampai akhirnya di penghujung acara. Konon menurut cerita yang beredar di masyarakat setempat. Karena rumah Nyi Sadea berada di daerah Cireunghas, jalan terdekat satu-satunya melalui terowongan Lampegan. Nyi Sadea yang kala itu di antar pulang oleh orang suruhan Belanda, nyatanya hingga saat ini tidak pernah keluar dari dalam terowongan Lampegan. Ada juga yang bercerita bahwa Nyi Sadea di jadikan tumbal pembangunan terowongan. Namun tidak ada yang tau pasti apa yang terjadi pada penari Ronggeng tersebut.
Oh iya sobat, penamaan Lampegan sendiri bukanlah nama daerah tempat dimana terowongan ini di bangun. Ada 2 versi cerita tentang penanaman terowongan Lampegan ini. Ada yang berkata bahwa penamaan terowongan ini berawal dari seorang mandor yang setiap kali mengontrol proyek terowongan selalu mengatakan "lamp pegang". Peringatan tersebut untuk mengingatkan para pekerja agar selalu membawa lampu mengingat tingginya zat asam di dalam terowongan. Namun cerita lain mengatakan bahwa nama Lampegan berasal dari teriakan masinis kereta dikala itu. Sebelum kereta memasuki terowongan, sang masinis akan meneriakan "Lampe aan" yang berarti nyalakan lampu. Karena orang awam tidak fasih dengan perkataan tersebut dan dirasa asing di telinga mereka, jadilah perubahan penyebutan menjadi kata Lampegan. Sepanjang sejarahnya terowongan ini pernah ambruk karena longsor pada tahun 2001. Sehingga panjang terowongan yang tadinya 686 meter hanya tersisa sekitar 400 meteran saja sehingga terowongan ini di non aktifkan. Sekarang terowongan Lampegan sudah di aktifkan kembali dengan layanan kereta api Siliwangi dengan rute Sukabumi - Cipatat. 

Sejarah Stasiun Banjar Jawa Barat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Apa kabar sobat pecinta sejarah kereta api? Semoga dalam keadaan sehat selalu ya sobat. Kali ini saya akan sedikit membahas tentang sejarah stasiun kereta api di kota Banjar Jawa Barat nih sobat. Stasiun yang memiliki kode stasiun BJR ini merupakan stasiun yang berlokasi di daerah Hegarsari, Pataruman kota Banjar. Stasiun kelas I yang berada pada ketinggian 32 meter di atas permukaan laut ini termasuk ke wilayah daerah operasional 2 Bandung. Untuk jalurnya sendiri stasiun Banjar memiliki 6 buah jalur dengan jalur 1 sebagai sepur lurus. Karena stasiun Banjar merupakan stasiun kereta api kelas I, maka ada beberapa kereta dari mulai kelas ekonomi hingga kelas eksekutif berhenti di stasiun ini. Bahkan terkadang di stasiun ini juga ada penambahan gerbong atau kereta. Stasiun yang sudah berdiri sejak jaman Belanda ini masih di pertahankan keasliannya. Stasiun yang di bangun oleh perusahaan kereta api negara Hindia-Belanda Staatsspoorwegen ini mulai beroperasi sekitar tahun  1894. Segmen Banjar maos sendiri merupakan segmen terakhir dari pembangunan jalur lintas selatan yang menghubungkan Jakarta, Bandung hingga Yogyakarta. Rencana untuk menghubungkan antara Bandung hingga Yogyakarta, di cetuskan setelah SS sukses menghubungkan Jakarta dengan Bandung pada tahun 1884.  Selain itu, di stasiun Banjar ini juga terdapat sebuah percabangan jalur kereta menuju ke arah selatan. Jalur tersebut menghubungkan daerah di tenggara Jawa Barat, seperti Banjarsari, Kalipucang, Pangandaran, hingga Cijulang. Sayang sekali, jalur sepanjang kurang lebih 82 kilometer tersebut telah di non  aktifkan sekitar tahun 1882. Letak percabangannya berada di sebelah barat stasiun, tepatnya berada di area rumah sinyal sebelah barat.
Untuk fasilitas di stasiun Banjar sendiri tergolong lengkap. Disini terdapat sebuah turn table ( meja putar ) yang berfungsi untuk memutar arah lokomotif. Water Toren ( tandon air ) untuk mengisi air pada lokomotif uap jaman dulu dan untuk menyuplai air di area stasiun, dan ada juga sub dipo untuk perawatan lokomotif yang akan bertugas. Stasiun Banjar ini juga memiliki sebuah menara sinyal atau rumah sinyal yang berfungsi sebagai menara pengontrol jalur untuk memastikan jalur yang akan di lewati kereta api sudah benar, melihat stasiun Banjar dulunya memiliki cukup banyak jalur kereta dan juga memiliki percabangan.

REL lori jaman Belanda ke Muara di Cilamaya ?




Assalamualaikum waramatullahi wabarakatuh. 
Beberapa waktu ke belakang warga Karawang terutama Cilamaya di hebohkan dengan akan adanya proyek besar pelabuhan. Namun akhirnya rencana pembangunan pelabuhan di Cilamaya pun tidak jadi di laksanakan dan di geser ke wilayah timur Cilamaya. Sebenarnya sebelum Indonesia merdeka. Cilamaya memiliki pelabuhan loh, masa iyah sihhh....? Mari kita bahas. Area muara di Cilamaya ini pernah di manfaatkan oleh perusahaan P&T (Pamanoekan en Tjiasem) untuk mengirim hasil perkebunannya. Pada awalnya perusahaan P&T landen mengirimkan hasil-hasil perkebunan nya menggunakan kereta api. Diantaranya melalui stasiun Cilamaya dan seterusnya di bawa ke stasiun Cikampek untuk transit dan di over ke kereta api di lintas utama. Jadi kalau kita lihat pada peta jaman Belanda yang di rilis sekitar tahun 1914, di stasiun Cilamaya bukan merupakan titik akhir daripada jalur kereta api. Melainkan masih ada jalur lanjutan yang terkoneksi ke jaringan-jaringan lori milik perusahaan P&T Landen yang terkoneksi di seluruh wilayah Subang. 
                                    Peta Tahun 1914
Namun pada peta yang di rilis sekitar tahun 1937, stasiun Cilamaya sudah lagi tidak terkoneksi dengan jalur lori milik P&T Landen. Namun sebagai gantinya, perusahaan P&T Landen membangun jalur lori baru ke arah utara menuju muara Cilamaya. Jadi kemungkinan perusahaan P&T Landen menggunakan muara Cilamaya sebagai pintu keluar untuk pengiriman hasil bumi selain menggunakan stasiun kereta api. 
Peta tahun 1937
Jadi bagaimana menurut kalian? Apakah di Cilamaya memang benar-benar cocok untuk membangun pelabuhan? sehingga pemerintah sempat merencanakan pembangunan pelabuhan di Cilamaya.

STASIUN DAYEUHKOLOT di kabupaten Bandung riwayatmu kini

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan sedikit membahas mengenai bekas stasiun kereta api Dayeuhkolot. Stasiun Dayeuhkolot ( DYK) ini b...