Stasiun Wadas Saksi Bisu Kejayaan Tram Di Kota Karawang

      Stasiun Wadas (WDS) merupakan stasiun tram yang terletak di Wadas, Lemah Abang, kabupaten Karawang. Staiun wadas merupakan stasiun terminus di jalur tram Karawang - Wadas dan Cikampek - Wadas. Stasiun ini cukup besar, memiliki ruang tunggu dan loket untuk pembelian tiket. Stasiun ini memiliki 2 jalur di antaranya, jalur menuju Karawang dan menuju ke Cikampek. Teknik memutar lokomotif nya menggunakan teknik ballon loop. Disini juga terdapat kran air untuk mengisi air pada lokomotif seri TC10 dan TD10 . Sayangnya barang bersejarah itu sekarang sudah raib. Stasiun ini merupakan stasiun yang selalu ramai karena berdekatan dengan pasar. Pada masa itu kereta api menjadi moda transportasi warga karawang untuk bepergian maupun untuk mengangkut hasil panen. Mengingat, jalan raya pada waktu itu belum memadai untuk di lalui mobil. Dan pada saat itu kendaraan jalan raya masih kalah jauh di bandingkan kereta api. Stasiun yang di bangun oleh kolonial belanda di era 10'an ini telah kehilangan kejayaannya pasca di tutup nya jalur tram di seluruh karawang pada tahun 1981 - 1984. Seluruh jalur rel di bongkar, hanya menyisakan gundukan tanah dengan sedikit bebatuan pada bekas jalur rel tersebut. Beberapa halte semi permanen hancur di makan usia, bahkan ada yang di bongkar warga. Hanya stasiun yang permanen yang masih bisa kita jumpai sampai sekarang walau sudah di alih fungsikan. Contohnya stasiun Wadas ini. Sekarang stasiun ini sudah di alihfungsikan sebagai tempat berjualan. Tetapi di beberapa sisi masih bisa di lihat bahwa bangunan ini merupakan bekas stasiun dari segi arsitektur, cat, dan ornamen khas bangunan halte atau stasiun di era kolonial. Sebuah cagar budaya yang seharusnya di lestarikan kini tidak jelas nasibnya. Bisa jadi lama kelamaan bangunan di bongkar dan di rubah menjadi bangunan yang baru dengan menghilangkan sisa-sisa sejarah di masa penjajahan Belanda.


Halte Kereta Api Rawa Gempol Di Jalur Tram Cikampek - Wadas

Sisi selatan dan bekas kamar kecil

       Halte Rawa Gempol (RWG) merupakan halte yang terletak di jalur tram Karawang segmen Cikampek - Wadas. Halte ini berada di km 8+445 dari stasiun Cikampek tram. Halte ini berada di kampung Pelem kabupaten Karawang.  Halte ini di bangun pada masa kolonial Belanda di bawah perintah perusahaan kereta api negara ( Staatsspoorwegen ) sebagai penunjang prasarana tram. Halte ini di bangun antara tahun 1911 dan 1912. Setelah jalur tram ini di non aktifkan di era 80'an, secara otomatis halte ini pun ikut non aktif. Halte Rawa Gempol merupakan halte yang di bangun secara permanen dengan struktur bangunan menggunakan tembok. Beda dengan halte - halte lainnya yang merupakan bangunan semi permanen menggunakan kayu sehingga mudah di bongkar. Halte Rawa Gempol juga merupakan halte yang istimewa, disini terdapat loket untuk membeli tiket, berbeda dengan halte - halte lainnya. Bangunanya kecil, hanya memiliki dua buah ruangan. Yaitu, ruangan loket dan ruangan WC umum.
Sisi timur dan loket sebelah utara

     Halte yang masih berbentuk bangunan aslinya ini tidak di alihfungsikan oleh warga. Namun, ada penambahan bangunan sedikit di sebelah barat sebagai pos kamling. Kerusakan yang terlihat di stasiun ini berada di bagian atapnya. Sedagkan, untuk bagian lain cenderung masih untuh. Bekas jalur tram nya sendiri berada di sebelah barat halte yang kini menjadi jalan raya. Sedangkan, haltenya sendiri menghadap ke sebelah utara. 
Sisi barat bekas jalur rel

      Untuk rekan - rekan yang ingin blusukan menyambangi bekas halte bersejarah ini, silahkan cari pada google maps dengan titik koordinat -6.344807,107.433175  .
Salam blusuker

Jembatan Kereta api Linggar Sari Sisa Kejayaan Jalur Tram Karawang - Wadas

      Seratus tahun lebih tiang beton berdiri kokoh di atas sungai di daerah Linggarsari kabupaten Karawang. Jembatan yang di bangun di masa pemerintahan belanda di bawah perintah perusahaan kereta api negara Staatsspoorweg en tramwegen kini sangat memprihatinkan. Jembatan ini berada  di jalur tram Karawang segmen Lamaran - Wadas. Saksi bisu kejayaan moda transportasi tram di daerah Karawang yang seharusnya menjadi fakta sejarah kini sudah mulai musnah. Bahkan salah satu pilar jembatan sudah ambruk di terjang air sungai ketika meluap. Sejak di non aktifkannya jalur tram seputar Karawang, jembatan inipun ikut menjadi korban ketidak perdulian terhadap aset sejarah dan cagar budaya. Tidak sedikit anak - anak di jaman sekarang tidak mengetahui jika dulu pernah ada jalur tram di Karawang. Pemerintah Belanda tidak main main dalam membangun sarana perkereta apian di masa itu. Tiang yang kokoh, menjadi saksi keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur.
Bagi para blusuker yang  ingin melihat sisa peninggalan tram Karawang letaknya ada di koordinat ini -6.294864,107.430071 .
Salam Blusukers

Bekas Jalur Tram Karawang - Rengasdengklok kini


        Jalur kereta api Karawang - Rengasdengklok merupakan jalur tram yang termasuk dalam rangkain jalur tram Karawang. Jalur yang dulunya di miliki oleh perusahan kereta api Hindia-Belanda staatsspoorweg en Tramwegen ini, kini semua asetnya di miliki PT.Kereta Api Indonesia. Segmen Karawang - Rengasdengklok di resmikan pada 15 Juni 1919. Jalur dengan lebar sepur 600mm atau biasa di sebut Narrow Gauge ( sepur sempit ) menggunakan lokomotif uap seri TD10 dan TC10. Dulunya jalur tram ini menjadi salah satu alat transportasi andalan masyarakat karawang untuk mengangkut hasil panen dan juga untuk bepergian antar daerah yang di lewati tram. Karena, pada jaman dulu angkutan jalan raya belum seperti sekarang. Akses jalannyapun cenderung tidak baik, berupa batu kali yang di susun, jalan tanah, atau dari batuan cadas.
           Kini jalur tram Karawang - Rengasdengklok ini keadaannya memprihatinkan. Setelah jalur ini di tutup di era 80'an karena masalah kerugian dan kalah saing dengan angkutan jalan raya, akhirnya jalur ini resmi di non aktifkan. Semua rel di bongkar untuk di bawa ke TMII sebagai jalur kereta wisata. Hingga kini bebebrapa sisa jalur ini masih bisa kita jumpai walau tidak banyak. Seperti jembatan dan bekas stasiun . Adanya plang milik PT.KAI juga menghiasi di sepanjang bekas jalur ini yang menandakan bahwa dulunya di tanah tersebut ada jalur kereta api.
           Untuk jalurnya sendiri di mulai dari stasiun Karawang tram yang berada di depan stasiun Karawang. Lalu, jalurnya memotong jalur kereta lintas Jakarta - Cikampek dan beriringan dengan jalur tersebut. Kini sisa jalur tram itu berubah menjadi jalan raya Oto Iskandar Dinata. Jalur berbelok ke sebelah kiri menuju pasar Johar. Disinilah letak halte Cinangoh, yang berada tepat di samping bekas pelintasan sekitar pasar johar. Jalur berlanjut terus ke arah utara menuju arah Lamaran dan berdampingan dengan jalan raya Syech Quro. Halte lamaran tepat berada sebelum Flyover, sekarang sudah menjadi bengkel. Di sekitar halte lamaran juga menjadi tempat berpisahnya jalur antara ke Rengasdengklok dan ke Wadas. Jalur untuk ke Rengasdengklok berada di sebelah kiri lurus menuju ke arah Tegal Sawah, dan disini juga terdapat halte. Setelah melewati halte Tegal Sawah, jalur tram berbelok ke kiri menuju ke halte Rawa Gede. Bekas haltenya berada di jalan Manunggal V, dan sekarang berubah menjadi kios. Tepat di belakang kios terdapat bekas jembatan, menurut warga nama jembatannya Walungan. Jalurnya terus lurus ke arah Barat menuju halte Kobak Karim. Bekas halte Kobak Karim pun sudah tidak ada. Di sekitar sini tetdapat sebuah jembatan dengan kontruksi baja dinding penuh. Warga menyebutnya jembatan Bodas, karena memang cat nya yang selalu putih. Setelah melewati jembatan jalur terus lurus ke arah Barat menuju halte Pataruman. Lagi - lagi bekas haltenya sudah tidak ada. Jalur berbelok ke kanan tepat berada di sebelah kanan jalan raya Rengasdengklok meuju halte Babakan Jati. Halte ini pun sama, sudah di bongkar dan tidak berbekas. Jalur berlanjut ke arah utara menuju Rengasdengklok yang merupakan stasiun terminus atau pemberhentian terakhir. Bekas stasiunnya sudah di bongkar dan di jadikan pasar Rengasdengklok.

Gambar1. Jembatan Bodas

Gambar2. Jembatan Rawa Leutik

Gambar3. Jembatan Walungan

Menelusuri percabangan jalur kereta api dari stasiun Klari

          Stasiun klari merupakan stasiun kereta api yang berada di daerah Gintung, Klari , Karawang. Stasiun klari dulunya memiliki percabangan jalur kereta api yang menuju ke arah sungai citarum, jalur tersebut sekarang sudah tidak ada. Tetapi sisa sisa peninggalan tersebut masih bisa kita jumpai, dari sisa potongan rel dan jembatan. Percabangan di mulai dari dekat flyover jl. Karawang - Cikampek, bekas percabangannya sekarang di sudah di bangun kembali, tetapi dengan fungsi yang berbeda. Ya, sekarang bekas percabangan tersebut bukan lagi ke sungai Citarum, tetapi menuju ke terminal petikemas.
            Sangat sulit menemukan informasi kapan di bangun dan di non aktifnya jalur ini. Yang jelas, jalur ini sudah mulai tidak di gunakan lagi semenjak material pasir dan batu di sungai Citarum mulai menipis. Bekas jalur nya berbelok ke sebelah kanan dari arah Karawang menuju ke jalan akses terminal petikemas. Jalurnya melintas di jalan raya Karawang - Cikampek di daerah Gintung dan masuk ke gang tepat di depan pintu masuk terminal petikemas. Di pinggir jalan ada sebuah jembatan kecil. Nah, disitu ada beberapa bekas potongan rel kereta api yang di gunakan sebagai penyangga jembatan.
Bekas jalurnya berlanjut terus menuju sungai Citarum, melintasi jalan tol dan terus mengikuti sepanjang gang tersebut. Setelah melewati jalan tol kita bisa melihat sepotong rel kereta api yang tergeletak di pinggir jalan.
Dari sini jalurnya masih terus mengikuti gang, dan akan bertemu dengan jalan menuju ke PT. Chang shin. Jalan tersebut dahulunya memang bekas jalan kereta api. Tak jauh dari sana, kita akan menemukan sebuah jembatan yang kondisi fisiknya memang seperti bangunan jaman kolonial. Jembatan ini merupakan bekas jembatan kereta api pengangkut pasir Citarum. Dilihat dari kontruksi bawahnya merupakan jembatan bergaya viaduct dengan beton setengah lingkaran. 

 Memang, sebelum jembatan merupakan tempat penambangan pasir Citarum. Sebelum jembatan ada sebuah jalan menurun di sebelah kiri. Disana banyak di temukan sisa -sisa penambangan, di antaranya, batu - batu yang biasa di gunakan untuk mengecor atau sebagai balast rel kereta api di jaman belanda. Jikalau di lihat dari peta jaman kolonial, jalurnya berakhir sampai disini. Tetapi, menurut penuturan warga jalurnya masih berlanjut terus. Ketika saya lihat di google map, ternyata memang benar ada bekas rail bed lagi meuju ke sisi sungai sebelah Selatan. Diduga, setelah material di area sini habis jalur di perpanjang ke tepian yang masih terdapat banyak materialnya.


Penelusuran versi video https://youtu.be/tu9JGYl-4JQ

Sumber peta : KITLV Leiden University

Penelusuran percabangan rel kereta api dari stasiun Kosambi ke Sungai Citarum


        Asalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pada kesempatan kali ini, saya akan menceritakan tentang penelusuran jalur percabangan kereta api dari stasiun Kosambi menuju ke sungai Citarum. Percabangan itu dulunya merupakan percabangan rel kereta api untuk keperluan pengangkutan pasir dan batu kerikil untuk keperluan pembangunan pada jaman kolonial. Untuk keterangan kapan di bangun dan di non aktifkannya jalur ini saya sebagai penulis sangat sulit untuk mencari informasinya. Kemungkinan jalur ini di bangun di era 10'an atau 20'an, dan sudah tidak di gunakan lagi setelah material batu dan pasir di area sana sudah mulai habis. Menurut penuturan petugas PPKA stasiun kosambi, sekitar era 90'an masih ada wesel manual menuju ke jalur tersebut. Namun saat perbaikan jalur, wesel tersebut ikut dibongkar. Wesel tersebut berada dekat dengan perlintasan atau JPL.174 jl.Kosambi - Telagasari.
         Penelusuran di mulai dari dekat JPL.174 yang diindikasikan di mulainya percabangan ini. Disini bekas jalur kereta nya sudah di aspal, tetapi masih bisa kita lihat kontur tanah dan jenis jalannya seperti railbed. Dari sini jalurnya berbelok ke sebelah kiri menuju pasar Kosambi, dan jalurnya berada tepat berdampingan dengan JL.Kosambi Curug. Jalurnya terus mengikuti jl.Kosambi Curug lama yang sekarang menjadi jl.Babakan Ngantay. Di area yang sekarang menjadi jalan tol, jalurlnya berbelok ke sebelah kanan agak menjauh dari jl.Kosambi Curug. Jalurnya menuju ke arah kawasan PT.ABC, dan jikalau dilihat pada peta jaman kolonial, di area jl.Kawasan itu ada sebuah pemberhentian.
Tetapi jalurnya tidak berhenti sampai disitu, jalurnya terus lurus menuju pinggir sungai Citarum. Bekas jalurnya sudah sangat sulit untuk di indetifikasi karena tidak adanya patok atau plang yang menunjukan kepemilikan tanah. Tetapi, pada tahun 2009 menurut teman saya yang kebetulan rumahnya berada di daerah sekitar situ, dulunya ada plang yang menandai bahwa tanah tersebut milik aset PT.KAI.
             Pada akhirnya, dengan mengacu pada peta jaman kolonial tersebut akhirnya saya sampai di ujung percabangan. Namun, lagi - lagi tidak satupun tanda atau sisa peninggalan jalur kereta api tersebut. Tetapi disini saya menemukan sebuah bukti - bukti bahwa dahulunya memang ada bekas penambangan di area sungai Citarum. Saya bisa melihat banyaknya batu - batu berserakan di area tersebut yang saya yakin bahwa dulunya memang ada penambangan batu dan pasir disini.
Peneluauran versi video : http//youtu.be/K8zJ2SPq-LY

Sumber peta : KITLV Leiden University

STASIUN DAYEUHKOLOT di kabupaten Bandung riwayatmu kini

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan sedikit membahas mengenai bekas stasiun kereta api Dayeuhkolot. Stasiun Dayeuhkolot ( DYK) ini b...