sejarah Stasiun kereta api Purwakarta dan fasilitas-fasilitas pendukungnya

By Kitlv
Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh.
Pada kesempatan kali ini saya akan menulis tentang sejarah stasiun kereta api Purwakarta. Stasiun Purwakarta ini merupakan stasiun kereta api yang berdada di daerah Nagritengah, kecamatan Purwakarta, kabupaten Purwakarta Jawa Barat. Stasiun Purwakarta merupakan stasiun kereta api kelas II yang termasuk ke dalam daerah operasional 2 Bandung. Stasiun Purwakarta berada pada ketinggian +84 MDPL dan stasiun Purwakarta memiliki 6 buah jalur kereta api yang masih aktif. Jalur 1 dan jalur 2 merupakan sepur lurus, jalur 1 merupakan sepur lurus dari arah Cikampek dan jalur 2 merupakan sepur lurus dari arah Bandung, mengingat dari arah Cikampek merupakan jalur ganda dan dari arah Bandung merupakan jalur tunggal. Stasiun Purwakarta di bangun oleh perusahaan kereta api negara Hindia-Belanda (SS) sekitar tahun 1900-an seiring di bangunnya jalur kereta Karawang-Cikampek-Purwakarta-Padalarang segmen pertama. Di area stasiun Purwakarta sudah banyak mengalami perubahan tetapi untuk bangunannya sendiri tetap di pertahaankan keasliannya karena termasuk ke dalam bangunan cagar budaya. Pada halaman parkir stasiun Purwakrta sekarang sudah di tambahkan sebuah taman yang berhiaskan patung salah satu tokoh pewayangan. Di depan stasiun sebelah selatan dulunya ada sebuah sepur badug atau sepur simpan namun sekarang sudah di bongkar.

Di sebelah timur stasiun terdapat turn table, dipo lokomotif, dan tandon air yang sangat tinggi. Mari kita bahas turn tablenya terlebih dahulu. Turn table stasiun Purwakarta merupakan turn table yang besar, Bagaimana tidak, di sini merupakan stasiun tempat singgah dan perawatan lokomotif-lokomotif mallet yang notabene mempunyai ukuran yang sangat besar. Namun sayangnya turn table ini sekarang sudah lagi tidak digunakan. Bahkan semenjak di area stasiun Purwakarta menjadi kuburan kereta-kerean yang sudah tidak digunakan, keberadaan turn table seakaan kehilangan eksistensinya karena tertutup bangkai kereta. Tak jauh di sebelah timur turn table terdapat sebuah watertoren atau tandon air yang cukup tinggi. Saking tingginya, kita bisa melihatnya dari kejauhan. Semenjak hilangnya masa keemasan lokomotif uap, watertoren yang dulunya sangat di perlukan untuk mengisi air pada ketel lokomotif sekarang sudah lagi tidak di gunakan. Meskipun sudah lama tidak lagi di gunakan water toren ini masih kokoh berdiri. Namun sayang sekali ada beberapa bagian yang di preteli oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Disebelah utara water toren terdapat sebuah dipo lokomotif yang sangat besar. Namun lagi-lagi bangunan bersejarah seperti ini sudah lagi tidak di gunakan dan sudah lama sekali tidak dirawat, sehingga pada bagian dinding sudah mengelupas, kaca pecah, atap bolong-bolong dan di bagian dinding bahkan sudah di tumbuhi pohon-pohon yang merambat. Suasana seperti itu mungkin bagi beberapa orang terlihat menyermakan dan angker tapi menurut saya tidak karena saya tidak melihat dari sisi mistisnya, tetapi saya melihatnya dari sisi sejarahnya. Dulu sekitar tahun 2011 saya masih bebas keluar masuk area dipo lokomotif ini. Namun semenjak menjadi area steril sangat susah untuk masuk area dipo. Ya mungkin ada alasan yang logis untuk pihak KAI menyeterilkan tempat ini, pastinya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak di inginkan kalo melihat dari bangunan yang mungkin ada bagian-bagian yang sudah rapuh. Di dalam dipo masih ada crane/katrol untuk mengangkat onerdil lokomotif yang melakukan perbaikan disini. Di bagian dinding dipo bagian dalam terdapat angka-angka saya pun tidak tau apa maksudnya angka-angka tersebut. Setelah saya melihat-lihat dipo yang di bangun sekitar tahun 1900an ini, saya melihat seorang pekerja di ujung bagian barat dipo lokomotif. Mungkin sebuah angin segar untuk sang dipo, karena pekerja itu ternyata sedang melakukan perbaikan pada dipo lokomotif ini. Mungkinkah dipo lokomotif Purwakarta ini akan di fungsikan kembali atau beralih fungsi? kita lihat kelanjutannya.....


STASIUN BESAR CIKAMPEK


Asalamulaikum warahmatulahi wabarakatuh.
kali ini saya menyambangi stasiun Cikampek yang berada di Cikampek, kecamatan Cikampek, kabupaten  Karawang Jawa Barat. Stasiun Cikampek termasuk ke dalam stasiun kelas besar type B. Pasti dari beberapa rekan-rekan bingung hal apa saja yang mengelompokan kelas stasiun. Untuk pengelompokan stasiun dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah :
- Lengkapnya fasilitas stasiun secara keseluruhan.
- Peralatan penunjang untuk operasional perjalanan kereta api.
- Banyanya jalur rel yang masih aktif. dll.
Stasiun yang berada di ketinggian +46 meter diatas permukaan laut ini termasuk ke dalam daerah operasional 1 Jakarta. Stasiun Cikampek juga merupakan stasiun terbesar di kabupaten Karawang dan juga stasiun paling timur di daerah operasional 1 Jakarta. ke sebelah selatan berbatasan dengan DAOP 2 BANDUNG dan ke arah timur berbatasan dengan DAOP 3 CIREBON. Stasiun yang di bangun oleh perusahaan kereta api negara Hindia-Belanda yang bernama Staatsspoorwegen (SS) sekitar tahun 1900-an ini memiliki 8 buah jalur kereta. Jalur 3 dan jalur 4 merupakan sepur lurus, dan bangunan utama stasiun berada di jalur 3 dan 4. Stasiun Cikampek berada di km 84+007 dilintas Jakarta-Jatinegara-Cikampek. Per November 2019 ada beberapa kereta api yang berhenti di stasiun Cikampek ini, diantaranya :
- KA Argo Parahyangan
- KA Argo Cheribon
- KA Harina
- KA Ciremai
- KA Singasari
- KA Purwosari
- KA Jayabaya
- KA Jaka Tingkir
- KA Tegal Ekspres
- KA Serayu
- KA Lokal PWK
**Jadwal sewaktu-waktu bisa berubah
Untuk lebih jelasnya silhkan kunjungi situs resmi PT.KAI atau situs-situs lainnya.
Dari segi arsitektur stasiun Cikampek mengusung gaya Art Deco yang memang populer dimasa itu. Tetapi, saya pernah membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa stasiun Cikampek dulunya hanya sebuah halte bukan stasiun besar seperti sekarang. Karena pembangunan jalur kereta Karawang Purwakarta segmen pertama hanya sampai stasiun Purwakrta, maka stasiun Purwakarta lah yang lebih besar. Namun setelah perusahaan kereta api Staasspoorwegen (SS) mulai membangun jalur Cikampek-Cirebon, maka stasiun Cikampek pun di perbesar dengan menambah bangunan, dan menambahkan beberapa jalur rel mengingat stasiun Cikampek menjadi stasiun percabangan. Bahkan di pasang pula kanopi yang besar, sehingga menutupi beberapa jalur rel dan bangunan utama. Selain itu, di bangun juga sebuah turn table/meja putar dan tandon air disebelah selatan. Di sebelah timur dan barat juga di bangun menara pengontrol (rumah sinyal) mengingat stasiun Cikampek memiliki banyak jalr rel dan wesel. Sehingga petugas bisa mengontrol arah jalur yang akan di lewati kereta mengingat jaman dulu hanya menggunakan peralatan manual.

STASIUN KERETA API LOBENER. Jalur kereta api Jatibarang - Indramayu


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bagi para blusukers dan pecinta sejarah perkeretaapian Indonesia, dijalur non aktif Jatibarang Indramayu masih memiliki stasiun kereta api yang masih untuh loh. Sebenarnya ada dua stasiun yang masih utuh, yang pertama stasiun kereta api Indramayu atau biasa di sebuat stasiun Paoman. Dan yang satunya lagi stasiun kereta api LOBENER. Namanya agak sedikit unik yah, seunik bangunan stasiunnya. Stasiun Lobener ini sebenarnya berada di desa Telukagung, sedangakan ada juga daerah yang namanya LOHBENER tetapi lokasinya di sebrang kali Cimanuk. Hemmm cuma beda satu huruf saja, tapi di daerah dimana stasiun ini berada ada yang kantor kuwu LOBENER. Berarti memang ada juga nama daerah LOBENER. sedikit membingungkan sih sebenarnya. Yasudah lahh mungkin memang takdirnya seperti itu, jangan terlalu di ambil pusing hehe. Stasiun Lobener ( LB ) ini berada berada di jalur percabangan Jatibarang - Indramayu, tepatnya berada di km 9+614 dari 0 km stasiun Jatibarang. Stasiun ini di bangun pada tahun 1912 seiring di bangunnya jalur percabangan Jatibarang - Indramayu. Dan di tutup pada 21 Juli 1973 seiring di non aktifkan nya jalur tersebut. Dari segi bangunannya stasiun ini mirip dengan stasiun Paoman, Karena mungkin sang arsitek nya sama. Setelah 46 tahun non aktif, stasiun ini kondisinya memprihatinkan. Kerusakan sudah mulai menggerogoti bangunan ini. Dari mulai lapisan dinding yang mulai mengelupas, kusen yang mulai lapuk, serta pada bagian atap yang sudah tidak utuh lagi. Stasiun ini memiliki ruang tunggu yang cukup luas, serta ruangan PPKA juga lumayan luas. Ruangan PPKA menyatu dengan ruangan penjualan tiket dan kepala stasiun, itulah yang membuat ruangan cukup luas. Stasiun ini tepat berada di samping jalan raya Jatibarang - Indramayu, letaknya sebelah kiri jalan dari arah Jatibarang. Jadi jalan raya Jatibarang - Indramayu itu dulunya merupakan jalan kereta api. Namun setelah ada pelebaran jalan, bekas jalur kereta api ikut tergusur.

JEMBATAN KERETA API CIMANUK


Assalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh. Haloo sobat blususkersssss, kali ini saya blusukan di daerah Indramayu. Tepatnya di jembatan kereta api Cimanuk atau biasa warga menyebutnya jembatan Widasari. Kenapa di sebut jembatan Widasari? Konon karena letaknya di daerah Widasari hehehehe. Jembatan ini kira-kira memiliki panjang kurang lebih 157 meter, itu baru perkiraan ya hehehe. Jembatan ini melintang di atas kali Cimanuk, dengan kontruksi rangka baja dinding penuh atau biasa disebut jembatan kurung. Oh iya sahabat blusukers, jembatan ini bukan jembatan yang dibangun pada masa kolonial Belanda. Hemmmm kok bisa yahhh. Ya tentu saja bisa, karena semenjak proyek jalur ganda Cikampek - Cirebon jembatan yang di bangun oleh perusahaan kereta api negara staatsspoorwegen ( SS ) ini resmi di pensiunkan. Hemmm kayak pegawai negri aja di pensiunkan, tapi bedanya ini gak dapet gaji alias di bongkar di ganti dengan yang baru. Sudah barang pasti kalo ada yang baru yang lama suka di lupakan hehe. Jadi jembatan lama yang di bangun pada tahun 1912 itu pensiun sekitar tahun 2002 kalo tidak salah. Dan sebagai gantinya sudah pasti dengan jembatan yang lebih kokoh dan sudah twin bridge alias jembatan kembar. Padahal jembatan lama kontruksinya lebih unik di banding yang sekarang. Di kedua sisinya menjulang seperti menara, sedangkan yang sekarang datar. Tapi mau bagaimanapun demi kelancaran dan keamanan terpaksa jembatan lama harus di korbankan. Untuk posisi jembatan sendiri tidak ada perbuhan tempat. Jadi jembatan baru masih di lokasi jembatan lama, hanya saja ada penambahan struktur pilar jembatan karena harus menampung dua jembatan sekaligus. Untuk jembatan baru sendiri, untuk menyambungkan tiap plat baja tidak lagi menggunakan paku keling seperti kontruksi di jaman Belanda. Dan pada bantalan jembatan atau peredam getaran kalo di lihat sudah lebih modern. Beda dengan bantalan pada jaman Belanda yang kelihatannya lebih simpel.
Di sebelah utara jembatan saya menemukan bekas pondasi tiang sinyal manual. Pondasi tersebut masih keliatan kokoh, materialnya menggunakan bata merah. Kalo di lihat dari jaraknya sih sepertinya bekas sinyal muka stasiun Jatibarang. Tidak banyak bekas prasarana perkeretaapian peninggalan Belanda di tempat ini. Karena memang semuanya sudah benar-benar berubah setelah proyek jalur ganda Cikampek-Cirebon.


Stasiun Cilamaya dan Jalur Trem Cikampek - Cilamaya

Selain jalur trem  Cikampek-Wadas dan Cikampek-Cilamaya ternyata ada percabangan lagi dari stasiun Cikampek trem menuju ke arah Ciselang. Namun jalur ini sepertinya sudah di bongkar sejak sangat lama melihat tidak ada orang yang tau kalau dulunya ada rel lori ke arah Ciselang. Rel ini dulunya di pakai untuk mengangkut hasil perkebunan seperti padi.
Dari stasiun Cikampek adapun jalur menuju Cilamaya yang di resmikan sekitar tahun 1909 dan di tutup sekitar tahun 1984 bersamaan dengan di tutupnya semua jalur trem di Karawang. Jalur trem menuju Cilamaya berada di samping jalur kereta utama dan berpisah setelah halte Pangulah lalu berbelok meuju jalan Pantura. Di jalan Pantura jalur trem bersebelahan dengan jalan raya sampai Cikalong, lalu jalur trem berbelok di cikalong menuju jalan Cilamaya dan bersebelahan dengan jalan raya sampai stasiun Cilamaya. Halte Pangulah sendiri memiliki dua fungsi. Yaitu, untuk halte trem dan halte kereta di jalur utama dan namanyapun sedikit di bedakan. Untuk jalur trem di namakan halte Pangulah, sedangkan untuk jalur kereta utama di namakan halte Pangulah Simpang (menurut versi PJKA). Di jalur trem Cikampek - Cilamaya ini merupakan jalur trem yang memiliki banyak sekali halte. Diantaranya :
- Halte Cikampek trem ( CKE )
- Halte Pucung ( PUG )
- Halte Babakan Maja ( BBM )
- Halte Pangulah ( PNH )
- Halte Pangulah Pasar ( PNP )
- Halte Kali Asin ( KAN )
- Halte Balonggandu ( BGG )
- Halte Jatisari Pasar ( -- )
- Halte Jatisari ( JTS )
- Halte Jatisari Barat ( JTSB )
- Halte Cikalong ( CLO )
- Halte Jatiragas (JRS )
- Halte Jatiragas Selatan ( JSL )
- Halte Cicinde ( CCD )
- Halte Cicinde Pasar ( CCE )
- Halte Tanggul ( TAG )
- Halte Gempol ( GPO )
- Halte Gempol Pasar ( GPP )
- Halte Kalenraman ( KNM )
- Halte Kalen Susukan ( KAS )
- Halte Krasak Pasar ( KSP )
- Halte Kedung Gasem ( KES )
- Halte Kecepet ( KCE )
- Halte Cilamaya ( CMA )
Semuanya rata rata hanya bangunan semi permanen hanya stasiun Cilamaya, Pangulah, dan gempol yang kemungkinan memiliki bangunan berpondasi tembok. Stasiun Cilamaya sendiri cenderung masih utuh, sekarang di fungsikan sebagai tempat berjualan. Masih bisa di lihat beberapa ornamennya masih asli peninggalan pada jaman penjajahan. Hanya saja ada perubahan pada sebagian atap yang telah dirubah menggunakan asbes, tetapi bentuk bangunannya masih asli. Di area stasiun Cilamaya sendiri terdapat beberapa bangunan tua yang dulunya merupakan rumah dinas dan gudang garam dapur. Sekarang bangunan - bangunannya itupun di fungsikan sebagai rumah tinggal. Stasiun Cilamaya merupakan stasiun terminus jadi sangat wajar kalau di area sini menjadi area tempat di dirikannya bangunan-bangunan penting di kala itu. Juga stasiun Cilamaya ini berada di pusat keramaian daerah Cilamaya yang dekat dengan pantai.



Sisa kejayaan stasiun Kota Indramayu / Paoman lintas cabang Jatibaraang

      Stasiun Indramayu (IM) merupakan sebuah stasiun kereta api yang terletak di daerah Paoman kecamatan Indramayu. Stasiun Indramayu merupakan stasiun terminus atau stasiun akhir di lintas cabang Jatibarang - Indramayu, tepatnya di km 18+574. Stasiun yang di non aktifkan sekitar tahun 1973 ini cenderung bangunan nya masih utuh. Bangunan stasiunnya sendiri sekarang di manfaatkan oleh keluarga mantan pegawai PJKA sebagai rumah tinggal. Kondisinya sudah terhimpit oleh rumah - rumah warga sehingga bangunannya tidak terlihat seutuhnya. Hanya bagian atas nya di sisi sebelah timur yang kelihatan. Stasiun Indramayu memiliki dua buah jalur, tidak ada pembalik lokomotif di stasiun ini. Sehingga lokomotif akan berjalan mundur ketika kembali ke stasiun Jatibarang.  Stasiunnyapun cukup besar dengan beberapa ruangan di dalamnya. Sayangnya operasional stasiun Indramayu harus berakhir ketika jalur cabang Jatibarang - Indramayu di non aktifkan. Jalur ini di non aktifkan karena masalah pemasukan yang tidak seimbang dengan biaya operasionalnya. Banyaknya penumpang yang tidak membeli tiket dan penumpang yang membayar dengan hasil bumi membuat perusahan harus rela menutup jalur ini karena minimnya pemasukan. Perkembangan jaman pun seakan ikut andil dalam di tutupnya jalur ini. Bagaimana tidak, semakin baiknya jalan raya, semakin banyaknya kendaran mobil dll. Sehingga jalur yang notabene berada di samping jalan raya ini harus kalah saing dengan kendaraan jalan raya.
Rel di jalan Teluk Agung

Bagian Belakang stasiun yang menghadap rel

Bagian depan stasiun sudah tertutup rumah

Stasiun Wadas Saksi Bisu Kejayaan Tram Di Kota Karawang

      Stasiun Wadas (WDS) merupakan stasiun tram yang terletak di Wadas, Lemah Abang, kabupaten Karawang. Staiun wadas merupakan stasiun terminus di jalur tram Karawang - Wadas dan Cikampek - Wadas. Stasiun ini cukup besar, memiliki ruang tunggu dan loket untuk pembelian tiket. Stasiun ini memiliki 2 jalur di antaranya, jalur menuju Karawang dan menuju ke Cikampek. Teknik memutar lokomotif nya menggunakan teknik ballon loop. Disini juga terdapat kran air untuk mengisi air pada lokomotif seri TC10 dan TD10 . Sayangnya barang bersejarah itu sekarang sudah raib. Stasiun ini merupakan stasiun yang selalu ramai karena berdekatan dengan pasar. Pada masa itu kereta api menjadi moda transportasi warga karawang untuk bepergian maupun untuk mengangkut hasil panen. Mengingat, jalan raya pada waktu itu belum memadai untuk di lalui mobil. Dan pada saat itu kendaraan jalan raya masih kalah jauh di bandingkan kereta api. Stasiun yang di bangun oleh kolonial belanda di era 10'an ini telah kehilangan kejayaannya pasca di tutup nya jalur tram di seluruh karawang pada tahun 1981 - 1984. Seluruh jalur rel di bongkar, hanya menyisakan gundukan tanah dengan sedikit bebatuan pada bekas jalur rel tersebut. Beberapa halte semi permanen hancur di makan usia, bahkan ada yang di bongkar warga. Hanya stasiun yang permanen yang masih bisa kita jumpai sampai sekarang walau sudah di alih fungsikan. Contohnya stasiun Wadas ini. Sekarang stasiun ini sudah di alihfungsikan sebagai tempat berjualan. Tetapi di beberapa sisi masih bisa di lihat bahwa bangunan ini merupakan bekas stasiun dari segi arsitektur, cat, dan ornamen khas bangunan halte atau stasiun di era kolonial. Sebuah cagar budaya yang seharusnya di lestarikan kini tidak jelas nasibnya. Bisa jadi lama kelamaan bangunan di bongkar dan di rubah menjadi bangunan yang baru dengan menghilangkan sisa-sisa sejarah di masa penjajahan Belanda.


Halte Kereta Api Rawa Gempol Di Jalur Tram Cikampek - Wadas

Sisi selatan dan bekas kamar kecil

       Halte Rawa Gempol (RWG) merupakan halte yang terletak di jalur tram Karawang segmen Cikampek - Wadas. Halte ini berada di km 8+445 dari stasiun Cikampek tram. Halte ini berada di kampung Pelem kabupaten Karawang.  Halte ini di bangun pada masa kolonial Belanda di bawah perintah perusahaan kereta api negara ( Staatsspoorwegen ) sebagai penunjang prasarana tram. Halte ini di bangun antara tahun 1911 dan 1912. Setelah jalur tram ini di non aktifkan di era 80'an, secara otomatis halte ini pun ikut non aktif. Halte Rawa Gempol merupakan halte yang di bangun secara permanen dengan struktur bangunan menggunakan tembok. Beda dengan halte - halte lainnya yang merupakan bangunan semi permanen menggunakan kayu sehingga mudah di bongkar. Halte Rawa Gempol juga merupakan halte yang istimewa, disini terdapat loket untuk membeli tiket, berbeda dengan halte - halte lainnya. Bangunanya kecil, hanya memiliki dua buah ruangan. Yaitu, ruangan loket dan ruangan WC umum.
Sisi timur dan loket sebelah utara

     Halte yang masih berbentuk bangunan aslinya ini tidak di alihfungsikan oleh warga. Namun, ada penambahan bangunan sedikit di sebelah barat sebagai pos kamling. Kerusakan yang terlihat di stasiun ini berada di bagian atapnya. Sedagkan, untuk bagian lain cenderung masih untuh. Bekas jalur tram nya sendiri berada di sebelah barat halte yang kini menjadi jalan raya. Sedangkan, haltenya sendiri menghadap ke sebelah utara. 
Sisi barat bekas jalur rel

      Untuk rekan - rekan yang ingin blusukan menyambangi bekas halte bersejarah ini, silahkan cari pada google maps dengan titik koordinat -6.344807,107.433175  .
Salam blusuker

Jembatan Kereta api Linggar Sari Sisa Kejayaan Jalur Tram Karawang - Wadas

      Seratus tahun lebih tiang beton berdiri kokoh di atas sungai di daerah Linggarsari kabupaten Karawang. Jembatan yang di bangun di masa pemerintahan belanda di bawah perintah perusahaan kereta api negara Staatsspoorweg en tramwegen kini sangat memprihatinkan. Jembatan ini berada  di jalur tram Karawang segmen Lamaran - Wadas. Saksi bisu kejayaan moda transportasi tram di daerah Karawang yang seharusnya menjadi fakta sejarah kini sudah mulai musnah. Bahkan salah satu pilar jembatan sudah ambruk di terjang air sungai ketika meluap. Sejak di non aktifkannya jalur tram seputar Karawang, jembatan inipun ikut menjadi korban ketidak perdulian terhadap aset sejarah dan cagar budaya. Tidak sedikit anak - anak di jaman sekarang tidak mengetahui jika dulu pernah ada jalur tram di Karawang. Pemerintah Belanda tidak main main dalam membangun sarana perkereta apian di masa itu. Tiang yang kokoh, menjadi saksi keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur.
Bagi para blusuker yang  ingin melihat sisa peninggalan tram Karawang letaknya ada di koordinat ini -6.294864,107.430071 .
Salam Blusukers

Bekas Jalur Tram Karawang - Rengasdengklok kini


        Jalur kereta api Karawang - Rengasdengklok merupakan jalur tram yang termasuk dalam rangkain jalur tram Karawang. Jalur yang dulunya di miliki oleh perusahan kereta api Hindia-Belanda staatsspoorweg en Tramwegen ini, kini semua asetnya di miliki PT.Kereta Api Indonesia. Segmen Karawang - Rengasdengklok di resmikan pada 15 Juni 1919. Jalur dengan lebar sepur 600mm atau biasa di sebut Narrow Gauge ( sepur sempit ) menggunakan lokomotif uap seri TD10 dan TC10. Dulunya jalur tram ini menjadi salah satu alat transportasi andalan masyarakat karawang untuk mengangkut hasil panen dan juga untuk bepergian antar daerah yang di lewati tram. Karena, pada jaman dulu angkutan jalan raya belum seperti sekarang. Akses jalannyapun cenderung tidak baik, berupa batu kali yang di susun, jalan tanah, atau dari batuan cadas.
           Kini jalur tram Karawang - Rengasdengklok ini keadaannya memprihatinkan. Setelah jalur ini di tutup di era 80'an karena masalah kerugian dan kalah saing dengan angkutan jalan raya, akhirnya jalur ini resmi di non aktifkan. Semua rel di bongkar untuk di bawa ke TMII sebagai jalur kereta wisata. Hingga kini bebebrapa sisa jalur ini masih bisa kita jumpai walau tidak banyak. Seperti jembatan dan bekas stasiun . Adanya plang milik PT.KAI juga menghiasi di sepanjang bekas jalur ini yang menandakan bahwa dulunya di tanah tersebut ada jalur kereta api.
           Untuk jalurnya sendiri di mulai dari stasiun Karawang tram yang berada di depan stasiun Karawang. Lalu, jalurnya memotong jalur kereta lintas Jakarta - Cikampek dan beriringan dengan jalur tersebut. Kini sisa jalur tram itu berubah menjadi jalan raya Oto Iskandar Dinata. Jalur berbelok ke sebelah kiri menuju pasar Johar. Disinilah letak halte Cinangoh, yang berada tepat di samping bekas pelintasan sekitar pasar johar. Jalur berlanjut terus ke arah utara menuju arah Lamaran dan berdampingan dengan jalan raya Syech Quro. Halte lamaran tepat berada sebelum Flyover, sekarang sudah menjadi bengkel. Di sekitar halte lamaran juga menjadi tempat berpisahnya jalur antara ke Rengasdengklok dan ke Wadas. Jalur untuk ke Rengasdengklok berada di sebelah kiri lurus menuju ke arah Tegal Sawah, dan disini juga terdapat halte. Setelah melewati halte Tegal Sawah, jalur tram berbelok ke kiri menuju ke halte Rawa Gede. Bekas haltenya berada di jalan Manunggal V, dan sekarang berubah menjadi kios. Tepat di belakang kios terdapat bekas jembatan, menurut warga nama jembatannya Walungan. Jalurnya terus lurus ke arah Barat menuju halte Kobak Karim. Bekas halte Kobak Karim pun sudah tidak ada. Di sekitar sini tetdapat sebuah jembatan dengan kontruksi baja dinding penuh. Warga menyebutnya jembatan Bodas, karena memang cat nya yang selalu putih. Setelah melewati jembatan jalur terus lurus ke arah Barat menuju halte Pataruman. Lagi - lagi bekas haltenya sudah tidak ada. Jalur berbelok ke kanan tepat berada di sebelah kanan jalan raya Rengasdengklok meuju halte Babakan Jati. Halte ini pun sama, sudah di bongkar dan tidak berbekas. Jalur berlanjut ke arah utara menuju Rengasdengklok yang merupakan stasiun terminus atau pemberhentian terakhir. Bekas stasiunnya sudah di bongkar dan di jadikan pasar Rengasdengklok.

Gambar1. Jembatan Bodas

Gambar2. Jembatan Rawa Leutik

Gambar3. Jembatan Walungan

Menelusuri percabangan jalur kereta api dari stasiun Klari

          Stasiun klari merupakan stasiun kereta api yang berada di daerah Gintung, Klari , Karawang. Stasiun klari dulunya memiliki percabangan jalur kereta api yang menuju ke arah sungai citarum, jalur tersebut sekarang sudah tidak ada. Tetapi sisa sisa peninggalan tersebut masih bisa kita jumpai, dari sisa potongan rel dan jembatan. Percabangan di mulai dari dekat flyover jl. Karawang - Cikampek, bekas percabangannya sekarang di sudah di bangun kembali, tetapi dengan fungsi yang berbeda. Ya, sekarang bekas percabangan tersebut bukan lagi ke sungai Citarum, tetapi menuju ke terminal petikemas.
            Sangat sulit menemukan informasi kapan di bangun dan di non aktifnya jalur ini. Yang jelas, jalur ini sudah mulai tidak di gunakan lagi semenjak material pasir dan batu di sungai Citarum mulai menipis. Bekas jalur nya berbelok ke sebelah kanan dari arah Karawang menuju ke jalan akses terminal petikemas. Jalurnya melintas di jalan raya Karawang - Cikampek di daerah Gintung dan masuk ke gang tepat di depan pintu masuk terminal petikemas. Di pinggir jalan ada sebuah jembatan kecil. Nah, disitu ada beberapa bekas potongan rel kereta api yang di gunakan sebagai penyangga jembatan.
Bekas jalurnya berlanjut terus menuju sungai Citarum, melintasi jalan tol dan terus mengikuti sepanjang gang tersebut. Setelah melewati jalan tol kita bisa melihat sepotong rel kereta api yang tergeletak di pinggir jalan.
Dari sini jalurnya masih terus mengikuti gang, dan akan bertemu dengan jalan menuju ke PT. Chang shin. Jalan tersebut dahulunya memang bekas jalan kereta api. Tak jauh dari sana, kita akan menemukan sebuah jembatan yang kondisi fisiknya memang seperti bangunan jaman kolonial. Jembatan ini merupakan bekas jembatan kereta api pengangkut pasir Citarum. Dilihat dari kontruksi bawahnya merupakan jembatan bergaya viaduct dengan beton setengah lingkaran. 

 Memang, sebelum jembatan merupakan tempat penambangan pasir Citarum. Sebelum jembatan ada sebuah jalan menurun di sebelah kiri. Disana banyak di temukan sisa -sisa penambangan, di antaranya, batu - batu yang biasa di gunakan untuk mengecor atau sebagai balast rel kereta api di jaman belanda. Jikalau di lihat dari peta jaman kolonial, jalurnya berakhir sampai disini. Tetapi, menurut penuturan warga jalurnya masih berlanjut terus. Ketika saya lihat di google map, ternyata memang benar ada bekas rail bed lagi meuju ke sisi sungai sebelah Selatan. Diduga, setelah material di area sini habis jalur di perpanjang ke tepian yang masih terdapat banyak materialnya.


Penelusuran versi video https://youtu.be/tu9JGYl-4JQ

Sumber peta : KITLV Leiden University

Penelusuran percabangan rel kereta api dari stasiun Kosambi ke Sungai Citarum


        Asalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pada kesempatan kali ini, saya akan menceritakan tentang penelusuran jalur percabangan kereta api dari stasiun Kosambi menuju ke sungai Citarum. Percabangan itu dulunya merupakan percabangan rel kereta api untuk keperluan pengangkutan pasir dan batu kerikil untuk keperluan pembangunan pada jaman kolonial. Untuk keterangan kapan di bangun dan di non aktifkannya jalur ini saya sebagai penulis sangat sulit untuk mencari informasinya. Kemungkinan jalur ini di bangun di era 10'an atau 20'an, dan sudah tidak di gunakan lagi setelah material batu dan pasir di area sana sudah mulai habis. Menurut penuturan petugas PPKA stasiun kosambi, sekitar era 90'an masih ada wesel manual menuju ke jalur tersebut. Namun saat perbaikan jalur, wesel tersebut ikut dibongkar. Wesel tersebut berada dekat dengan perlintasan atau JPL.174 jl.Kosambi - Telagasari.
         Penelusuran di mulai dari dekat JPL.174 yang diindikasikan di mulainya percabangan ini. Disini bekas jalur kereta nya sudah di aspal, tetapi masih bisa kita lihat kontur tanah dan jenis jalannya seperti railbed. Dari sini jalurnya berbelok ke sebelah kiri menuju pasar Kosambi, dan jalurnya berada tepat berdampingan dengan JL.Kosambi Curug. Jalurnya terus mengikuti jl.Kosambi Curug lama yang sekarang menjadi jl.Babakan Ngantay. Di area yang sekarang menjadi jalan tol, jalurlnya berbelok ke sebelah kanan agak menjauh dari jl.Kosambi Curug. Jalurnya menuju ke arah kawasan PT.ABC, dan jikalau dilihat pada peta jaman kolonial, di area jl.Kawasan itu ada sebuah pemberhentian.
Tetapi jalurnya tidak berhenti sampai disitu, jalurnya terus lurus menuju pinggir sungai Citarum. Bekas jalurnya sudah sangat sulit untuk di indetifikasi karena tidak adanya patok atau plang yang menunjukan kepemilikan tanah. Tetapi, pada tahun 2009 menurut teman saya yang kebetulan rumahnya berada di daerah sekitar situ, dulunya ada plang yang menandai bahwa tanah tersebut milik aset PT.KAI.
             Pada akhirnya, dengan mengacu pada peta jaman kolonial tersebut akhirnya saya sampai di ujung percabangan. Namun, lagi - lagi tidak satupun tanda atau sisa peninggalan jalur kereta api tersebut. Tetapi disini saya menemukan sebuah bukti - bukti bahwa dahulunya memang ada bekas penambangan di area sungai Citarum. Saya bisa melihat banyaknya batu - batu berserakan di area tersebut yang saya yakin bahwa dulunya memang ada penambangan batu dan pasir disini.
Peneluauran versi video : http//youtu.be/K8zJ2SPq-LY

Sumber peta : KITLV Leiden University

STASIUN DAYEUHKOLOT di kabupaten Bandung riwayatmu kini

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan sedikit membahas mengenai bekas stasiun kereta api Dayeuhkolot. Stasiun Dayeuhkolot ( DYK) ini b...